Sunday, July 10, 2011

Renungan... Ibu

Jalannya sudah tertitih-titih, karena usianya sudah lebih dari 70 
th, sehingga kalau tidak perlu sekali, jarang ia bisa dan mau keluar 
rumah. Walaupun ia mempunyai seorang anak perempuan, ia harus 
tinggal dirumah jompo, karena kehadirannya tidak di-inginkan. Masih 
teringat olehnya, betapa berat penderitaannya ketika akan melahirkan 
putrinya tersebut. Ayah dari anak tersebut minggat setelah 
menghamilinya tanpa mau bertanggung jawab atas perbuatannya.

Disamping itu keluarganya menuntut agar ia menggugurkan bayi yang 
belum dilahirkan, karena keluarganya merasa malu mempunyai seorang 
putri yang hamil sebelum nikah, tetapi ia tetap mempertahakannya, 
oleh sebab itu ia diusir dari rumah orang tuanya. Selain aib yang 
harus di tanggung, ia pun harus bekerja berat di pabrik untuk 
membiayai hidupnya. Ketika ia melahirkan putrinya, tidak ada seorang 
pun yang mendampinginya. Ia tidak mendapatkan kecupan manis maupun 
ucapan selamat dari siapapun juga, yang ia dapatkan hanya cemohan, 
karena telah melahirkan seorang bayi haram tanpa bapa.

Walaupun demikian ia merasa bahagia sekali atas berkat yang 
didapatkannya dari Tuhan dimana ia telah dikaruniakan seorang putri. 
Ia berjanji akan memberikan seluruh kasih sayang yang ia miliki 
hanya untuk putrinya seorang, oleh sebab itulah putrinya diberi nama 
Love - Kasih. Siang ia harus bekerja berat di pabrik dan diwaktu 
malam hari ia harus menjahit sampai jauh malam, karena itu merupakan 
penghasilan tambahan yang ia bisa dapatkan.

Terkadang ia harus menjahit s/d jam dua pagi, tidur lebih dari empat 
jam sehari itu adalah sesuatu kemewahan yang tidak pernah ia 
dapatkan. Bahkan Sabtu Minggu pun ia masih bekerja menjadi pelayan 
restaurant. Ini ia lakukan semua agar ia bisa membiayai kehidupan 
maupun biaya sekolah putrinya yang tercinta. Ia tidak mau menikah 
lagi, karena ia masih tetap mengharapkan, bahwa pada suatu saat ayah 
dari putrinya akan datang balik kembali kepadanya, disamping itu ia 
tidak mau memberikan ayah tiri kepada putrinya.

Sejak ia melahirkan putrinya ia menjadi seorang vegetarian, karena 
ia tidak mau membeli daging, itu terlalu mahal baginya, uang untuk 
daging yang seyogianya ia bisa beli, ia sisihkan untuk putrinya. 
Untuk dirinya sendiri ia tidak pernah mau membeli pakaian baru, ia 
selalu menerima dan memakai pakaian bekas pemberian orang, tetapi 
untuk putrinya yang tercinta, hanya yang terbaik dan terbagus ia 
berikan, mulai dari pakaian s/d makanan.

Pada suatu saat ia jatuh sakit, demam panas. Cuaca diluaran sangat 
dingin sekali, karena pada saat itu lagi musim dingin menjelang hari 
Natal . Ia telah menjanjikan untuk memberikan sepeda sebagai hadiah 
Natal untuk putrinya, tetapi ternyata uang yang telah dikumpulkannya 
belum mencukupinya. Ia tidak ingin mengecewakan putrinya, maka dari 
itu walaupun cuaca diluaran dingin sekali, bahkan dlm keadaan sakit 
dan lemah, ia tetap memaksakan diri untuk keluar rumah dan bekerja.

Sejak saat tersebut ia kena penyakit rheumatik, sehingga sering 
sekali badannya terasa sangat nyeri sekali. Ia ingin memanjakan 
putrinya dan memberikan hanya yang terbaik bagi putrinya walaupun 
untuk ini ia harus bekorban, jadi dlm keadaan sakit ataupun tidak 
sakit ia tetap bekerja, selama hidupnya ia tidak pernah absen 
bekerja demi putrinya yang tercinta.

Karena perjuangan dan pengorbanannya akhirnya putrinya bisa 
melanjutkan studinya diluar kota . Disana putrinya jatuh cinta kepada 
seorang pemuda anak dari seorang konglomerat beken. Putrinya tidak 
pernah mau mengakui bahwa ia masih mempunyai orang tua. Ia merasa 
malu bahwa ia ditinggal minggat oleh ayah kandungnya dan ia merasa 
malu mempunyai seorang ibu yang bekerja hanya sebagai babu pencuci 
piring di restaurant. Oleh sebab itulah ia mengaku kepada calon 
suaminya bahwa kedua orang tuanya sudah meninggal dunia.

Pada saat putrinya menikah, ibunya hanya bisa melihat dari jauh dan 
itupun hanya pada saat upacara pernikahan di gereja saja. Ia tidak 
di undang, bahkan kehadirannya tidaklah di inginkan. Ia duduk di 
sudut kursi paling belakang di gereja, sambil mendoakan agar Tuhan 
selalu melindungi dan memberkati putrinya yang tercinta. Sejak saat 
itu ber-th2 ia tidak mendengar kabar dari putrinya, karena ia 
dilarang dan tidak boleh menghubungi putrinya. Pada suatu hari ia 
membaca di koran bahwa putrinya telah melahirkan seorang putera, ia 
merasa bahagia sekali mendengar berita bahwa ia sekarang telah 
mempunyai seorang cucu.

Ia sangat mendambakan sekali untuk bisa memeluk dan menggendong 
cucunya, tetapi ini tidak mungkin, sebab ia tidak boleh menginjak 
rumah putrinya. Untuk ini ia berdoa tiap hari kepada Tuhan, agar ia 
bisa mendapatkan kesempatan untuk melihat dan bertemu dengan anak 
dan cucunya, karena keinginannya sedemikian besarnya untuk bisa 
melihat putri dan cucunya, ia melamar dengan menggunakan nama palsu 
untuk menjadi babu di rumah keluarga putrinya. Ia merasa bahagia 
sekali, karena lamarannya diterima dan diperbolehkan bekerja disana. 
Dirumah putrinya ia bisa dan boleh menggendong cucunya, tetapi bukan 
sebagai Oma dari cucunya melainkan hanya sebagai bibi pembantu dari 
keluarga tersebut. Ia merasa berterima kasih sekali kepada Tuhan, 
bahwa ia permohonannya telah dikabulkan.

Dirumah putrinya, ia tidak pernah mendapatkan perlakuan khusus, 
bahkan binatang peliharaan mereka jauh lebih dikasihi oleh 
putrinyada daripada dirinya sendiri. Disamping itu sering sekali di 
bentak dan dimaki oleh putri dan anak darah dagingnya sendiri, kalau 
hal ini terjadi ia hanya bisa berdoa sambil menangis di dlm kamarnya 
yang kecil dibelakang dapur. Ia berdoa agar Tuhan mau mengampuni 
kesalahan putrinya, ia berdoa agar hukuman tidak dilimpahkan kepada 
putrinya, ia berdoa agar hukuman itu dilimpahkan saja kepadanya, 
karena ia sangat menyayangi putrinya.

Setelah bekerja bertahun-tahun sebagai babu tanpa ada orang yang 
mengetahui siapa dirinya dirumah tersebut, akhirnya ia menderita 
sakit dan tidak bisa bekerja lagi. Mantunya merasa berhutang budi 
kepada pelayan tuanya yang setia ini sehingga ia memberikan 
kesempatan untuk menjalankan sisa hidupnya di rumah jompo. Puluhan 
th ia tidak bisa dan tidak boleh bertemu lagi dengan putri 
kesayangannya. Uang pension yang ia dapatkan selalu ia sisihkan dan 
tabung untuk putrinya, dengan pemikiran siapa tahu pada suatu saat 
ia membutuhkan bantuannya.

Pada tahun lampau beberapa hari sebelum hari Natal , ia jatuh sakit 
lagi, tetapi ini kali ia merasakan bahwa saatnya sudah tidak lama 
lagi. Ia merasakan bahwa ajalnya sudah mendekat. Hanya satu 
keinginan yang ia dambakan sebelum ia meninggal dunia, ialah untuk 
bisa bertemu dan boleh melihat putrinya sekali lagi. Disamping itu 
ia ingin memberikan seluruh uang simpanan yang ia telah kumpulkan 
selama hidupnya, sebagai hadiah terakhir untuk putrinya.

Suhu diluaran telah mencapai 17 derajat dibawah nol dan salujupun 
turun dengan lebatnya, jangankan manusia anjingpun pada saat ini 
tidak mau keluar rumah lagi, karena diluaran sangat dingin, tetapi 
Nene tua ini tetap memaksakan diri untuk pergi kerumah putrinya. Ia 
ingin betemu dengan putrinya sekali lagi yang terakhir kali. Dengan 
tubuh menggigil karena kedinginan, ia menunggu datangnya bus ber-
jam2 diluaran. Ia harus dua kali ganti bus, karena jarak rumah jompo 
tempat dimana ia tinggal letaknya jauh dari rumah putrinya. Satu 
perjalanan yang jauh dan tidak mudah bagi seorang nene tua yang 
berada dlm keadaan sakit.

Setiba dirumah putrinya dlm keadaan lelah dan kedinginan ia mengetuk 
rumah putrinya dan ternyata purtinya sendiri yang membukakan pintu 
rumah gedong dimana putrinya tinggal. Apakah ucapan selamat datang 
yang diucapkan putrinya? Apakah rasa bahagia bertemu kembali dengan 
ibunya? Tidak! Bahkan ia di tegor: "Kamu sudah bekerja dirumah kami 
puluhan th sebagai pembantu, apakah kamu tidak tahu bahwa untuk 
pembantu ada pintu khusus, ialah pintu dibelakang rumah!"

"Nak, Ibu datang bukannya untuk bertamu melainkan hanya ingin 
memberikan hadiah Natal untukmu. Ibu ingin melihat kamu sekali lagi, 
mungkin yang terakhir kalinya, bolehkah saya masuk sebentar saja, 
karena diluaran dingin sekali dan sedang turun salju. Ibu sudah 
tidak kuat lagi nak!" kata wanita tua itu. "Maaf saya tidak ada 
waktu, disamping itu sebentar lagi kami akan menerima tamu seorang 
pejabat tinggi, lain kali saja. Dan kalau lain kali mau datang 
telepon dahulu, jangan sembarangan datang begitu saja!" ucapan 
putrinya dengan nada kesal. Setelah itu pintu di tutup dengan keras. 
Ia mengusir ibu kandungnya sendiri, seperti juga mengusir seorang 
pengemis. Tidak ada rasa kasih, jangankan kasih belas kesianpun 
tidak ada.

Setelah beberapa saat kemudian bel rumah bunyi lagi, ternyata ada 
orang mau pinjam telepon dirumah putrinya "Maaf Bu, mengganggu, 
bolehkah kami pinjam teleponnya sebentar untuk menelpon kekantor 
polisi, sebab dihalte bus di depan ada seorang nene meninggal dunia, 
rupanya ia mati kedinginan!" Wanita tua ini mati bukan hanya 
kedinginan jasmaniahnya saja, tetapi juga perasaannya. Ia sangat 
mendambakan sekali kehangatan dari kasih sayang putrinya yang 
tercinta yang tidak pernah ia dapatkan selama hidupnya.



Ibu.....
#$&^% ???!! :((

No comments:

Post a Comment